Friday, November 16, 2012

Dakwah untuk diri sendiri

Telinga kita, yang paling dekat ke mulut kita. Jadi, segala sesutu yang keluar dari mulut kita. Telinga kitalah yang pertama kali mendengar. Efek dari dakwah yang kita buat pertama kali buat kita bukan untuk orang lain. Kalau mencuci baju yang pertama kali bersih adalah tangan kita. Baju belum tentu bersih tetapi tan...gan kita sudah bersih. Dakwah yang kita buat pun begitu yang pertama kali diperbaiki Allah SWT adalah diri kita. Didalam Al Qur’an tidak ada jaminan kalau kita buat dakwah kepada orang lain maka dia akan dapat hidayah tetapi yang ada jaminan. Kalau kita buat dakwah amalan kita akan diperbaki oleh Allah SWT. Allah SWT berfirman : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. (QS. Al Ahzab 70-71) “Perkataan yang benar” dalam ayat ini maksudnya dakwah. Jadi barangsiapa yang buat dakwah “Niscaya” Allah SWT akan memperbaiki amal-amalnya. Jadi. Ada penekanan kata atau jaminan dari Allah SWT “Niscaya” ini sebauh kata kepastian. Satu orang penjual sate, berpikir kalau saya tidak jualan sate maka orang dikampung ini tidak makan sate. Perlu diingat masih banyak penjual sate yang lainnya. Manfaat yang pertama kali diterima tukang sate adalah untuk dirinya sendri buakn untuk orang lain. Dia akan mendapat keuntungan dari jualan sate dan bisa menghidupi keluarganya. Jangan kita sampai berpikiran kalau saya tidak buat dakwah orang kampung tidak dapat hidayah. Padahal masih banyak orang lain yang siap dipilih Allah SWT untuk buat dakwah dan manfaat yang sesungguhya adalah untuk kita. Diperbaiki amalan-amalan kita. Bukti nyata dilapangan sudah banyak dulunya preman sekarang sudah berubah menjadi satu orang dai. Diperbaiki amalannya. Dulu tukang minum dan zina setelah kenal usaha dakwah diperbaiki amalannya oleh Allah SWT. Karena itu janji Allah SWT kepada siapa saja yang buat dakwah. Allah SWT berfirman : Dan apabila kamu melihat di sana (surga), niscaya kamu akan melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar. (QS. Al Insaan 20) Allah SWT berjanji akan memberikan kerajaan yang besar. Yang mengatakan besar itu Allah SWT. Kalau Allah yang mengatakan besar kita tidak akan sanggup untuk membayangkannya. Padahal dunia ini kecil dalam pandangan Allah SWT hanya sebelah sayap nyamuk. Allah SWT berfirman : Dan sesungguhnya kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. As Sajdah 32) Mike Tyson mengatakan kepada kita, ku tumbuk kau nanti. Kita sudah bisa membayangkan. Mungkin kita bisa langsung pingsan atau langsung mati. Tetapi bagaman pula kalau Allah SWt yang mengatakan, ku tumbuk kau nanti. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana dahsyatnya. Begitu jugalah dengan janji Allah SWT, kita diberi kerajaan yang besar yang mengatakan besar itu yang maha besar juga. Selain Allah SWT memperbaiki diri kita kita juga dapat mengambil manfaat dari orang yang kita ajak. Mendapat pahala yang sama seperti orang yang kita ajak. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap yang ma`ruf adalah shadaqah, dan orang yang menunjukkan jalan kepada kebaikan (akan mendapat pahala) seperti pelakunya” (HR. Bukhari Muslim) Dari Abu Hurairah "Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk niscaya untuknya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, hal itu tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun." (HR. Muslim) Semua makhluk yang ada dipermukaan bumi ini bersyalawat dan memohonkan ampun kepada orang-orang yang buat usaha dakwah. Para malaikat, penghuni langit dan bumi, hingga semut di lobangnya dan ikut mengucapkan shalawat. "Sesungguhnya Allah, para malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi, hingga semut di lobangnya dan ikut mengucapkan shalawat kepada yang mengajarkan kebaikan kepada manusia." (HR. at-Tirmidzi) Dan bukan hanya sampai disitu ketika kita mati, pahalanya pun akan terus mengalir bagaikan aliran air bah kepada kita. Itulah ilmu yang bermanfaat yang diajarkan kepada orang lain itulah dakwah. "Apabila manusia meninggal dunia terputusnya amalnya kecuali dari tiga perkara: sedakah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya." HR. Muslim. Jadi usaha dakwah ini adalah sarana untuk memperbaiki diri kita bukan memperbaiki orang lain. Karena dakwah itu sendiri paling banyak manfaatnya untuk kita. Semakin banyak kita berkorban maka sejauh itulah Allah SWt akan perbaiki diri kita

Wednesday, November 14, 2012

Sakit Hati






Apabila ada tiga cawan, yang satunya kosong belum terisi, yang satunya lagi terisi setengahnya, adapun yang ketiganya telah penuh terisi, kiranya cawan yang mana diantara ketiganya yang masih bisa menerima sesuatu? Jawabannya tentu yang masih kosong dan atau yang masih terisi setengahnya. Adapun yang telah penuh maka tidak mungkin lagi bisa menerima sesuatu. Apabila sebuah cawan kita isi dan terus kita isi, maka akankah cawan itu tetap lapang atau bahkan semakin lapang, atau justru cawan itu akan semakin sempit ruangannya?

Kita sepakat bahwa cawan itu akan semakin sempit saja ruangannya seiring dengan semakin bertambahnya isi yang kita masukkan. Tahukah Antum, bahwa ada cawan yang tidak pernah penuh walau terus diisi? Apabila ada cawan yang meski terus diisi tidak akan semakin sempit ruanganya ialah hati.
Hati yang lembut semakin diisi dengan iman dan dengan ilmu yang bermanfaat justru semakin luas dan semakin lapang menghadapi segala sesuatu. Berarti sebaliknya, apabila hati yang lembut ini semakin ditinggalkan oleh iman dan ilmu yang bermanfaat pasti ia menjadi semakin sesak lagi sempit. Sedangkan sempitnya hati dan sesaknya itulah hakikat sakit hati. Berarti sakit hati akan muncul apabila hati semakin ditinggalkan oleh iman dan ilmu yang bermanfaat. Dan ia akan muncul apabila hati terus dikotori oleh sesuatu yang mengotori iman dan meracuninya.
Sakit hati sebab kebakhilan
Salah satu contoh racun hati dan pengekang hati ialah sifat bakhil. Kebakhilan memicu sakit hati. Sebab kebakhilan ialah sebuah sifat yang menahan pemiliknya untuk berbuat kebaikan, dan mencegah pemiliknya dari menuanikan setiap ketaatan dan kemuliaan. Oleh karena kebakhilan itu sedemikian maka wajar apabila sifat bakhil ini memicu sempitnya hati dan memicu sakit hati. Wajar apabila bakhil ini menyempitkan dada dan menghilangkan kesabaran. Wajar apabila ia mencegah lapangnya dada dan mengecilkan serta mengerdilkan jiwa dan meneyedikitkan kegembiraan. Sebaliknya ia justru memicu timbulnya banyak gundah dan gulana. Memicu timbulnya kedukaan dan kepenatan. Sehingga tak kuasa lagi ia menunaikan hajat kebutuhannya dan tidak lagi bisa membantu mendapatkan sesuatu yang dicari. Sebab balasan itu setimpal dengan amalan.
Sakit hati sebab kejelekan dan dosa
Di antara perkara yang memicu timbulnya sakit hati ialah banyaknya kejelekan dan dosa-dosa. Perhatikanlah firman Alloh ta’ala berikut ini:
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu”. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS az-Zumar: 10)
Pada ayat tersebut Allah subhanahu wata’ala menyebutkan, sebagaimana pada beberapa ayat semisal lainnya, bahwasannya Dia azza wajalla akan membalas orang-orang yang berbuat kebajikan atas kebajikan-Nya subhanahu wata’ala dengan dua balasan sekaligus, yaitu balasan di dunia dan balasan di akhirat. Ini berarti bahwa perbuatan baik itu berhak mendapatkan balasan yang disegerakan, dan perbuatan jelek pun akan mendapatkan balasan yang disegerakan, dan memang seharusnya demikian. Bila saja tidak didapati balasan atas orang-orang yang berbuat kebajikan selain dari lapangnya dada dari setiap apa yang mendesak hati sehingga hati tetap luas dan gembira serta merasakan kelezatannya terus menerus bergumul dengan Rabbnya subhanahu wata’ala dan terus menerus di dalam ketaatan kepada-Nya azza wajalla, senantiasa berdzikir, menyebut-nyebut kenikmatan-kenikmatan-Nya atas ruh dan jiwanya, atas kecintaannya kepada-Nya, juga senantiasa menyebut-nyebut dengan dzikir kepada Rabbnya, juga kegembiaraannya pada dzikirnya, maka cukuplah ini merupakan seagung-agungnya kegembiaraan. Bahkan ini lebih agung dibandingkan kegembiaraan seseorang yang didekatkan kepada penguasa atas kekuasaannya sekalipun.
Dan sedangkan apa yang kejelekan dibalas dengannya, berupa sempitnya dada, membatunya hati, buyarnya kehendak hati, kegelapannya dan terpecah belahnya, kegundahan dan gulananya, kedukaan serta ketakutan dan kekhawatirannya sebagaimana inilah yang didapati oleh setiap yang masih memiliki perasaan dan kehidupan, bahkan mungkin ia mendapatinya lebih sangat lagi, semuanya merupakan hukuman yang disegerakan, merupakan neraka dunia dan jahannam yang telah tiba. Inilah hakikat pemicu sakit hati.
Sedangkan menghadap kepada Allah subhanahu wata’ala, kembali kepada-Nya, rela dengan keputusan qadha’ dan qodar-Nya, penuhnya hati dengan kecintaan kepada-Nya, terbiasa berdzikir menyebut-nyebut-Nya, gembira dan senang dengan mengenal-Nya merupakan pahala yang disegerakan dan surga dunia serta kehidupan yang tidak bisa dinisbatkan kepada sesuatu apapun sampi kepada kehidupan para raja sekalipun. Sehingga hati yang demikia tidak akan pernah dihinggapi sakit dan kesempitan.
Sakit hati sebab berpaling dari mengingat Alloh azza wajalla
Di dalam sebuah ayat Allah azza wajalla berfirman:

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS. Thoha: 124)
Tentang penghidupan yang sempit dalam ayat ini ada yang menafsirkan artinya ialah adzab kubur. Sedangkan yang lebih tepat maknanya ialah penghidupan yang sempit di dunia serta di alam barzakh sekaligus.
Sesungguhnya orang yang berpaling dari peringatan yang telah diturunkan oleh-Nya subhanahu wata’ala dia berhak mendapatkan sempitnya dada dan kesulitan dan kepenatan hidup. Dia berhak mendapatkan besarnya rasa takut dan kekhawatiran hidup. Dia juga berhak mendapatkan perasaan rakus yang sangat terhadap dunia dan sangat letih dibuatnya. Bahkan ia akan begitu berduka saat tidak mendapatkan dunia. Seluruh rasa ini ada sebelum ia mendapatkan dunia maupun setelahnya. Sama dan tak berbeda. Dia juga akan mendapati kepedihan dan penderitaan pada setiap perasaannya sesuai dengan besar dan kecilnya, sangat dan lemahnya. Yaitu setiap  kepedihan dan penderitaan yang tak lagi bisa dirasakan oleh hati sebab hati telah terlalu lelap dibuai olehnya dan telah mabuk kepayang dibuatnya. Tidak sesaat pun dia terjaga melainkan pasti ia akan merasakan dan mendapati kepedihan tersebut. Maka iapun segera berusaha menghilangkannya dengan mabuk yang serupa untuk kedua kalinya. Demikianlah ia selama dan seiring waktu-waktu dalam kehidupannya.
Bila demikian keadaannya, adakah kehidupan yang lebih sempit dibandingkan kehidupan yang demikian ini? Duhai adakah hati yang lembut yang masih bisa merasakannya?
Sehingga, hati-hati orang-orang yang suka menyimpang dari syari’at Islam yang mulia, meninggalkan sunnah Rasulullah, berpaling dari al-Qur’an, hati orang-oang yang lalai dari Allah, hati orang-orang ahli maksiat benar-benar berada di dalam jahim sebelum masuk di dalam neraka jahimil akbar, jahim yang lebih besar. Sedangkan hati orang-orang yang baik lagi taat, patuh kepada Allah dan kepada Rasul-Nya berada di dalam kenikmatan sebelum di dalam kenikmatan yang lebih besar. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam syurga yang penuh kenikmatan, dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada di dalam neraka (jahim). (QS al-Infithor: 13-14)
Bagaimana Terapinya?

Tidak ada terapi membahagiakan hati dan memeliharanya dari sakitnya selain dengan iman dan ilmu yang bermanfaat. Yang paling utama ialah iman dengan tauhid yang baik dan ilmu yang baik.
Tidak ada kegembiraan bagi hati, kelezatan serta kenikmatannya, kebaikan serta kelapangannya, selain dengan menjadikan Allah azza wajalla sebagai tuhannya, penciptanya, Dia saja satu-satunya. Dia azza wajalla yang diibadahi dengan peribadahan di atas puncak apa yang diinginkannya. Dan Dia azza wajalla yang paling dicinta dari seluruh apa saja yang selain-Nya. Begitulah cara membahagiakan hati dan melindungi diri dari sakit hati. Yaitu dengan mengikhlaskan hidup dengan berbagai rona-ronanya hanya untuk Alloh azza wajalla. Dan dengan mengikhlaskan kematian juga hanya demi Allah azza wajalla.
“Katakanlah: “Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS al-An’am: 162)
Semoga Allah memelihara kita dari jeleknya hati dan dari sakit hati, dan semoga Dia membimbing hati kita menuju ikhlas kepada-Nya pada kehidupan dan kematian kita. Amin.
*****
Dari kitab Syifaul alil, Ighotsatul Lahfan, Madarijus salikin, al-Wabilus Shoyyib dan lainnya, oleh Imam Ibnu Qoyim al-Jauziyah

Di Balik Kesulitan Pasti ada Kemudahan






Saya sangat-sangat capek. Tetapi saya yakin masih ada yang lebih capek dan terbebani. Hidup ini katanya tak bermakna jika tak ada beban, maka insan biasanya akan mencari beban itu.
Tetapi ketika dipertemukan dengan beban dan kesibukan, maka didapatinya dirinya menjadi sesak karena terhimpit beban yang berat.

Manusia tidak mampu menakar kekuatannya sebenar-benarnya, tetapi Allah Maha Tahu berapa berat beban yang harus ditanggung oleh setiap jiwa. Karenanya orang yang memilih jalan pintas dengan bunuh diri karena beban hidup, tidak meyakini-Nya bahwa Dia Maha Pengatur yang terbaik.

Untuk rasa sakit, ada kesembuhan. Untuk penyakit, ada obat. Untuk haus, ada air. Untuk kesulitan, ada kelapangan. Dalam kesempitan, ada kebahagiaan. Dalam gelap, pasti akan ada cahaya terang.
Api yang menghimpit Ibrahim Al Khalil, bisa menjadi mudah dan dingin.
Lautan di hadapan Musa AS bisa terbelah dan digunakan untuk berjalan.
Yunus Bin Matta AS, akhirnya keluar dari tiga gulita, karena kasih sayang Alloh Al Jaliil ( Yang Maha Mulia ).
Rasulullah Al Mukhtar ( yang Terpilih ) pernah berada di dalam gua, dikelilingi oleh para kuffar. Hingga berkata Abu Bakar Ash Shiddiq ra, "Sesungguhnya orang-orang kafir hanya berjarak beberapa jengkal. Kami khawatir bila terjadi kehancuran".

Rasulullah SAW sang pemilik keyakinan dengan penuh ketegasan bersabda,

"Sesungguhnya Allah bersama kita. Dia mendengarkan kita. Diamelindungi kita. Sebagaimana Dia telah menghimpun kita.
Katakanlah kepada orang yang tenggelam dalam putus asa dan telah terjatuh. Kepada orang yang telah patah arang dan terpuruk."

Kepada orang yang ternodai pemahamannya dalam masalah taqdir. Bekerjalah dan beramallah, sesungguhnya Allah SWT justru menurunkan hujan setelah manusia putus asa terhadap hujan.

Adalah Bilal pernah terkapar di atas tanah tandus, tapi dialah yang kemudian menaiki Ka'bah Baitullah untuk mengumandangkan seruan adzan. Dialah yang memperdengarkan bumi dengan suara langit.
Adalah Yusuf AS pernah lama terpenjara di balik jeruji besi. Tapi kemudian ia bisa menjadi seorang Raja Mesir setelah Al' Aziz.
Adalah Umar Bin Khattab ra seorang penggembala kambing di Mekkah. Lalu dialah orang yang bisa menebarkan keadilan dalam masa kekuasaannya. Lalu namanya terpahat di baju besi. Dan dialah yang memotong tali pelanggaran. Dia juga yang suaranya
menggelegar menghentak penguasa tirani.

Allah SWT pasti akan menciptakan kemudahan setelah kesulitan.
Tidakkah kita tahu, sesungguhnya pasti ada keadaan lain yang Allah berikan setelah kesulitan? Allah SWT yang mematahkan tali pengikat orang-orang yang terpenjara di jeruji para penguasa otoriter.
Apakah kita mendapati seorang tahanan selamanya berada didalam penjara yang gelap ?
Tidak ada bencana yang terus menerus terjadi. Karena di sana ada Allah SWT Yang Maha Sendiri dan satu-satunya Tempat Meminta.

Siapapun yang melazimkan istighfar, maka Alloh SWT akan menjadikan jalan keluar dari setiap kesulitannya . Allah SWT yang akan memberinya jalan penyesalan terhadap setiap kegundahannya.
Laa Haula Wa Laa Quwwata Illa Billah, tidak ada daya dan upaya kecuali Allah SWT.
Dengan kalimat itu, segala beban mampu terpikul, semua kengerian bisa terlewati, seluruh keadaan bisa lebih baik, lebih melapangkan pikiran dan menambahkan rasa ridho kepada Allah Al Jalal.

Seringkali kita berputus asa tatkala kesulitan atau mengalami cobaan.
Padahal Allah telah memberi janji bahwa di balik kesulitan pasti ada jalan keluar yang begitu dekat.

Dalam Surat Asy-Syarh, Allah SWT berfirman :

“ Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
[ QS Asy-Syarh (94) : 5 ].

Ayat inipun di ulang setelah itu :

“ Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
[ QS Asy Syarh (94) : 6 ].

Karena Allah sudah menjanjikan pertolongan, maka tidak ada cara lain, sebelum dan setelah usaha yang maksimal, selain memohon kepada-Nya berharap datangnya keringanan, kelancaran dan bertambahnya kesabaran.

Aamiin...

Berpikir Objektif


Menghadaplah kepada Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu pikirkan, tidak ada penyakit gila sedikitpun pada kawanmu (Muhammad) itu.
(QS. Saba' [34]:46)




Al-Hafizh Ibn Katsir menjelaskan bahwa maksud ayat ini adalah: “Katakanlah hai Muhammad kepada orang-orang kafir yang menyangka kamu gila: Saya hanya memerintah kalian satu saja, menghadaplah kepada Allah dengan tulus, tanpa ada dendam dan kebencian, lalu tanyakanlah oleh sebagian kalian kepada yang lainnya, apakah Muhammad benar gila? Jawablah hal itu dengan tulus dan jujur. Hendaklah masing-masing melihat jujur kepada dirinya sendiri dalam hal Muhammad ini. Jika masih membingungkan, tanyalah orang lain, dan pikirkanlah. Jawabannya pasti: Tidakada penyakit gila sedikit pun pada kawanmu (Muhammad) itu.” Ibn Katsir membantah keras pendapat yang menyatakan “berdiri” pada ayat di atas adalah shalat dengan ikhlas, karena sangat jauh dari makna tekstualnya. Kalaupun ada hadits yang mengaitkan ayat ini dengan shalat—dalam hadits tentang lima keistimewaan Nabi saw dari para Nabi lainnya—hadits riwayat Ibn Abi Hatim itu menurutnya dla’if.


Dalam istilah keilmuan hari ini, cara berpikir seperti yang diterangkan Ibn Katsir di atas adalah berpikir dengan objektif. Artinya betul-betul fokus pada objek (yang dipikirkan) dan melepaskan diri dari asumsi sang subjek (pemikir). Betul-betul tulus meneliti objek apa adanya, tanpa terpengaruh oleh praduga, prasangka, apalagi kebencian sang subjek.

Jika dipikirkan secara objektif mustahil ada yang sampai berani menghina Nabi Muhammad saw, meski itu orang kafir sekalipun. Akhlaq beliau sungguh agung, tidak pernah berdusta—sampai digelari al-amin/orang terpercaya oleh penduduk satu kotanya, tidak banyak mengumbar sumpah, tidak pernah mencela, menyebar fitnah, enggan berbuat baik, tidak melampaui batas apalagi banyak dosa, tidak kaku kasar apalagi sampai terkenal kejahatannya, dan tidak sombong (QS. al-Qalam [68] : 1-15). Tidak pernah menghardik anak yatim dan selalu bersemangat membantu faqir miskin (QS. al-Ma’un [107] : 2-3). Mustahil ada yang tidak mengenal keunggulan pribadinya, karena Muhammad saw tinggal cukup lama bersama orang-orang yang kemudian menjadi musuhnya tersebut (QS. Yunus [10] : 16).

Meskipun istrinya banyak, tetapi sepanjang malamnya disibukkan dengan bersujud sambil meneteskan air mata. Meskipun seorang kepala negara, tetapi hidupnya sangat sederhana dan sama sekali tidak bernafsu menabung harta. Meskipun mengajarkan perang, tetapi selalu mengajarkan pula untuk mendahulukan perdamaian. Maka orang yang berlainan agama dengannya pun merasa tenteram hidup di daerah kekuasaannya. Tidak ada paksaan untuk berpindah agama, apalagi teror untuk meninggalkan kota. Peradaban Madinah yang dibangunnya betul-betul didasarkan pada rahmat untuk semesta alam. Para peneliti Kristen Barat yang objektif pun sudah banyak yang mengakuinya.

 

Tuesday, November 13, 2012

Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China??



المدخل إلى السنن الكبرى للبيهقي - (ج 1 / ص 244)
 أخبرنا أبو طاهر الفقيه، أبنا أبو حامد بن بلال، ثنا إبراهيم بن مسعود الهمذاني، ثنا الحسن بن عطية القرشي، ثنا أبو عاتكة البصري ،عن أنس بن مالك قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:
« اطلبوا العلم ولو بالصين ، فإن طلب العلم فريضة على كل مسلم » هذا حديث متنه مشهور ، وأسانيده ضعيفة ، لا أعرف له إسنادا يثبت بمثله الحديث و الله أعلم
Sanad Hadist/Kepala Hadist
Al-Baihaqi melalui jalur Abu Thahir al-Faqiyah – Anu Hamid bin Bilal – Ibrahim bin Masud al-Hamdzani – al-Hasan bin ‘Athiyah – Abu ‘Atikah al-Bashari – Anas bin Malik
Isi Hadist
Anas bin Malik berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke Negeri Cina, karena sesungguhnya mencari ilmu itu diwajibkan atas setiap Muslim
Komentar Imam al-Baihaqi
Imam al-Baihaqi mengatakan, “Matan Hadist ini mashur, dan sanadnya dlaif (lemah), dan saya tidak mengetahui sanad yang kuat dengan hadist yang semacam. Dan Allahlah yang Maha Mengetahui.”
Takhrij Hadist:
Disamping diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi sesuai hadist di atas, hadist ini diriwayatkan juga oleh Ibn ‘Adi, Abu Nu’aim (Akhbar Ashbahan), Imam al-Khatib (Tarikh dan juga ar-Rihlah).
Cacat Hadist
Kecacatan hadist terletak pada Abu ‘Atikah al-Bashari (dia adalah Abu ‘Atikah Tharif bin Sulaiman). Beberapa imam dalam bidang hadist menerangkan kecacatannya.
1.         Imam al-Bukhari berkata, “Munkarul Hadist.”
2.         Imam an-Nasa’i berkata, “Tidak terpercaya.”
3.         Abu Hatim, “Hadistnya hancur.”
4.         Al-Marwazi berkata, “Hadist ini pernah disebut-sebut di sisi Imam Ahmad bin Hanbal, dan beliau mengingkarinya.”
5.         Ibn al-Jauzi mencantumkan hadist hadist di atas dalam kitab beliau yang berisi hadist-hadist dlaif (lemah) dan maudlu (palsu) yaitu kitab al-Maudlu’at
6.         Imam Ibn Hibban berkata, “Hadist ini batil, tidak ada asal-usulnya,”
7.         Imam Muhammad Nashruddin al-Albani mencantumkannya dalam Silsilah Ahadist adh-Dhaidah no. 416)
Kesimpulan
Lafal hadist yang berbunyi:
اطلبوا العلم ولو بالصين
Tuntutlah ilmu walaupun ke negeri China
Adalah hadist batil dan palsu (maudlu) dan tidak bisa dipakai sebagai dalil.
Tentang Lafal   طلب العلم فريضة على كل مسلم (mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim)
Tentang lafal di atas Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani mengatakan bahwa lafal di atas adalah hadist hasan karena ternyata lafal tersebut memiliki banyak jalur selain dari Anas bin Malik, juga melalui Ibn ‘Umar, Abu Sa’id, Ibn ‘Abbas, Ibn Mas’ud, dan Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhum. Hadist dengan lafal di atas juga diriwayatkan oleh banyak Imam Hadist. Kesimpulannya thalabul-‘ilma faridlatun ‘ala kuli muslim memiliki derajat hasan dan dapat dipakai sebagai dalil.
Bagaimana dengan lafal berikut فإن طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة ) mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim  dan muslimat)?
Al-Hafidz as-Sakhawi berkata dalam Takhrij Musykilatul Faqr, “Sebagian penulis memasukkan kata wa muslimat padahal tidak disebutkan dalam berbagai jalan hadist sedikit pun.” Pendapat yang sama disampaikan oleh Imam al-Albani.
Namun begitu , makna tambahan ini benar karena perintah menuntut ilmu mencakup kaum pria dan wanita. Hanya saja apabila berdalil tidak boleh kita berkata bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “فإن طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة” tetapi cukup dengan فإن طلب العلم فريضة على كل مسلم  dengan meninggalkan kata wa muslimah.
Wallahu a’lam